Saya akan ceritakan pengalaman saya ketika tiba di Banda Aceh dan menjadi mahasiswi baru. Selama masa
orientasi mahasiswa, saya selalu membeli makanan di RM terdekat. Walhasil saya
kapok makan disana, masakannya terlalu asem (bagi saya).
Di waktu berikutnya
saya putuskan membeli makanan di RM Padang. Ternyata tak jauh beda, mungkin lidah saya terlalu peka
untuk mendeteksi rasa asam dalam setiap masakan.
Saya penasaran, darimana rasa asam ini berasal. Di Medan,
biasanya kami menggunakan asam jawa di menu tertentu. Tapi rasa asam yang
dihasilkan tidaklah sama.
Ketika sudah memiliki beberapa teman, saya meminta
mereka merekomendasikan tempat makan yang enak. Setelah urusan orientasi hari
itu selesai, saya mencoba saran mereka dan bergegas pulang ke kost baru untuk
menikmatinya. Alih – alih menikmati, saya makin kangen masakan mama saya. RM
yang satu ini justru yang paling asem masakannya dari tempat yang sebelumnya. Sebal
betul, saya merasa dikerjain teman baru!
“kalian ngerjain aku ya?! kalian bilang disana tempatnya
enak tapi ga taunya rasanya absurd”
“loh.. ngapain juga kami kerjain, disitu enak kok..
kan bisa dilihat antriannya!” (Saya pikir – pikir iya juga sih, antriannya
seperti mesin ATM di awal bulan). Betewe maksudnya rasa absurd itu gimana sih?”
“ya rasanya aneh, ada asem – asem kecut sepat ga
jelas gitu. Aku juga gatau asemnya itu datang darimana”
“mungkin kebanyakan dimasukin asam sunti kali ya?”
“asam sunti? Apa’an tuh?
“(mereka hanya tertawa)”
Bagi rekan – rekan di luar Aceh mungkin belum tau
apa itu asam sunti. Well, kalo kata mbah
wikipedia, asam sunti adalah
sejenis bumbu dapur khas Aceh yang
terbuat dari belimbing wuluh yang
dikeringkan, diberi garam lalu
dijemur diterik matahari berkali-kali hingga kering dan dapat disimpan lebih lama.
Ini nih.. saya jepretin gambar dari rumah warga.
Tentang rasa, ternyata ini hanya
masalah pembiasaan. Masyarakat Aceh terbiasa dengan makanan asam. Bahkan ketika
makan bakso bersama teman – teman, beberapa dari mereka sengaja mencampurkan
cuka bersama saus dan kecap. Orang Jawa juga terbiasa dengan masakannya yang
manis, bakal diare kalau dia disuruh makan masakan asli Padang.
Asam sunti mengajarkan saya tentang
pembiasaan. Ketika kembali ke RM yang dulu saya sebut – sebut absurd, ternyata
sekarang sudah biasa saja. Ketika bepergian dengan teman – teman, saya mulai ikut
menambahkan beberapa tetes cuka ke dalam mangkuk bakso.
Mirip dengan pertama kalinya saya
memutuskan menutup aurat dengan sempurna. Ketika pertama kali mengenakan busana
muslimah, saya merasa risih dan gerah. Tapi lama kelamaan semua berjalan biasa
saja, terutama hal ini karena dorongan keimanan bukan sesederhana cita rasa.
Saya tidak tau asam sunti ini
pantas atau tidak disandingkan dengan jilbab, hanya saja begitulah yang saya
rasakan. Pertama kali saya mengenakan jilbab dengan konsisten memang di Aceh,
pertama kali saya merasakan sambel yang asem juga di Aceh :D . Walaupun korelasinya
terkesan memaksa, tetap saja isi tulisan terserah pada penulisnya, jadi sekehendak saya ya :p (asli
maksa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar