Rabu, 10 Desember 2014

Ogah Jadi Comberan

“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhori)

Sebuah hadits yang dirawikan oleh al-Bukhori di atas memang sudah tak asing lagi ditelinga (didengar) namun ia asing dimata (dilihat)

Bagaimana tidak? Manusia masa kini paling ahli perkara teori namun minimalis sekali dalam praktik. (sok tau banget yak :D). 
Fren, bukannya mau sok tau.. sebagai anak muda berusia tujuh belasan (2 tahun lalu) tentu saja saya tau fakta yang ada dilapangan. B-)

Orang masakini kalo bicarain soal kebenaran dan kebaikan yang berkaitan soal agama, pasti dianggap ‘udik, ga gaul, raga aja dijaman millenium tapi pikiran masih di zaman unta’. Waduh... saya rasa horor sekali ungkapan itu, tapi yaah memang beginilah paradigma yang dibangun di kalangan masyarakat. Sadis!

Parahnya, mereka yg ngakunya aktivis pun hampir – hampir ketularan dengan virus ini. Alasannya beragam, ada yang bilang belum berani menyampaikan Islam terang – terangan, ada yang mengaku belum banyak ilmu jika yang lain balik menanya, ada yang takut dijauhi teman, ada pula yang takut kecoak! (eh, ga nyambung!). sorry..sorry kelapasan ;)

Untuk yang beralasan ‘belum berani menyampaikan Islam terang – terangan’ terus beraninya kapan? Pas gelap – gelapan?! Ga kebayang aja kalo ini orang baru berani bicara kebenaran kalo nunggu mati lampu. Hadeeehh. Perkara ini males bahas ah, lain waktu aja ye.

Kalo yang beralasan ‘belum banyak ilmu’, izinkan saya mengutip perkataan seorang penulis dalam bukunya “Dakwah dan Seruan”. Belum punya bukunya? Kasian! beli gih di saya :p .. Duh kok, malah promo ya, sorry kali ini kelepasan lagi. :D

Begini kira – kira penyampaian beliau yang tentu saja sudah diramu versi pemahaman saya: 
Jadilah sungai, ia mengaliri dan menularkan kebaikannya untuk kehidupan manusia, memberikan manfaat bagi alam semesta tidak peduli deras atau tidaknya alirannya. Jangan menjadi genangan air yang hanya mengairi dirinya, tidak mengaliri kemana – mana dan menyimpan airnya hanya untuknya. Lama – kelamaan genangan itu akan bau, bau busuk”

Selain tak baik untuk dirinya, ia juga merusak pemandangan, mencemarkan lingkungan.

Si sungai takkan pernah takut kehabisan air yang dia punya, ia membiarkannya mengalir kemanasaja. Setiap ia memperoleh air dari hujan, meski hanya rintikan kecil, ia tetap mengalirkannya.Itulah yang membuatnya menjadi bersih, jernih, suci dari najis. 

Beda nasibnya dengan si genangan, ia memillih mengendapkan airnya sampai menguap dengan sendirinya, endapan itu mengotorinya, memberi kesan kumuh bagi lingkungan sekitarnya.

Kalaulah muncul ungkapan, “wajar saja ia menggenang, kan jumlahnya sedikit, tak bisa diluapkan dan di aliri, baiklah jika begitu saya akan menyertakan foto ini.




Foto diatas adalah sebuah kantin apung (bahasa kerennya) yang ada di kampus saya. Jumlah airnya banyak tuh, tapi tidak mengairi siapa – siapa selain dirinya, lihatlah warnanya, kehijauan kaga jelas gituh, dan waktu saya memotretnya jujur saja saya harus menahan bau menyengat yang mengganggu. Jadi maaf maaf aja ya kalo angle nya kurang bagus.  B-)

Demikian halnya dengan kalian wahai saudaraku, sampaikan saja walau hanya satu ayat yang engkau tau. Tapi sebenarnya keterlaluan buanget yak kalo Cuma tau 1 ayat, masak sholatnya Cuma bismillahirrahmanirrahiim? (O_o’) ga mungkin kan! yaah setidaknya begitulah perumpamaan sang Nabi :)

Muncul lagi celetukan, “yasudah, dia menggenang begitu kan karena pembuatnya yang gak bikin drainase otomatis dan mengalirinya kembali!”

Jawabannya simple, yang ciptain kita siapa? Trus kalo pencipta alias pembuat kita (Allah) menghendaki kita agar mendakwahkan Islam/saling mmberi nasihat, mengalirkan ilmu, memberi manfaat de el el, akankah kita mengumpulkan seabrek alasan lagi untukNya?

Lagian, fitrahnya ilmu itu untuk dibagi, jika dipendam, dibiarkan, wajar saja kita jadi mandek, jumud dengan apa yang kita sendiri yakini. Wajar saja, la wong kita lebih memilih jadi genangan air yang membiarkan airnya meluap begitu saja! :/


Mari sejenak memikirkan ....