“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR.
Bukhori)
Sebuah
hadits yang dirawikan oleh al-Bukhori di atas memang sudah tak asing lagi ditelinga (didengar) namun ia asing dimata (dilihat)
Bagaimana
tidak? Manusia masa kini paling ahli perkara teori namun minimalis sekali dalam
praktik. (sok tau banget yak :D).
Fren, bukannya mau sok tau.. sebagai anak
muda berusia tujuh belasan (2 tahun lalu)
tentu saja saya tau fakta yang ada dilapangan. B-)
Orang
masakini kalo bicarain soal kebenaran dan kebaikan yang berkaitan soal agama,
pasti dianggap ‘udik, ga gaul, raga aja dijaman millenium tapi pikiran masih di
zaman unta’. Waduh... saya rasa horor sekali ungkapan itu, tapi yaah memang
beginilah paradigma yang dibangun di kalangan masyarakat. Sadis!
Parahnya,
mereka yg ngakunya aktivis pun hampir – hampir ketularan dengan virus
ini. Alasannya beragam, ada yang bilang belum berani menyampaikan Islam terang –
terangan, ada yang mengaku belum banyak ilmu jika yang lain balik menanya, ada yang
takut dijauhi teman, ada pula yang takut kecoak! (eh, ga nyambung!).
sorry..sorry kelapasan ;)
Untuk yang beralasan ‘belum berani
menyampaikan Islam terang – terangan’ terus beraninya kapan? Pas gelap –
gelapan?! Ga kebayang aja kalo ini orang baru berani bicara kebenaran kalo
nunggu mati lampu. Hadeeehh. Perkara ini males bahas ah, lain waktu aja ye.
Kalo yang beralasan ‘belum banyak
ilmu’, izinkan saya mengutip perkataan seorang penulis dalam bukunya “Dakwah
dan Seruan”. Belum punya bukunya? Kasian! beli gih di saya :p .. Duh kok, malah
promo ya, sorry kali ini kelepasan lagi. :D
Begini kira – kira penyampaian
beliau yang tentu saja sudah diramu versi pemahaman saya:
“Jadilah sungai, ia
mengaliri dan menularkan kebaikannya untuk kehidupan manusia, memberikan
manfaat bagi alam semesta tidak peduli deras atau tidaknya alirannya. Jangan menjadi
genangan air yang hanya mengairi dirinya, tidak mengaliri kemana – mana dan
menyimpan airnya hanya untuknya. Lama – kelamaan genangan itu akan bau, bau
busuk”
Selain tak baik untuk dirinya, ia
juga merusak pemandangan, mencemarkan lingkungan.
Si sungai takkan pernah takut
kehabisan air yang dia punya, ia membiarkannya mengalir kemanasaja. Setiap ia
memperoleh air dari hujan, meski hanya rintikan kecil, ia tetap mengalirkannya.Itulah
yang membuatnya menjadi bersih, jernih, suci dari najis.
Beda nasibnya dengan
si genangan, ia memillih mengendapkan airnya sampai menguap dengan sendirinya, endapan
itu mengotorinya, memberi kesan kumuh bagi lingkungan sekitarnya.
Kalaulah muncul ungkapan, “wajar
saja ia menggenang, kan jumlahnya sedikit, tak bisa diluapkan dan di aliri,
baiklah jika begitu saya akan menyertakan foto ini.
Foto diatas adalah sebuah kantin
apung (bahasa kerennya) yang ada di kampus saya. Jumlah airnya banyak tuh, tapi tidak mengairi siapa – siapa selain dirinya, lihatlah warnanya, kehijauan
kaga jelas gituh, dan waktu saya memotretnya jujur saja saya harus menahan bau
menyengat yang mengganggu. Jadi maaf maaf aja ya kalo angle nya kurang bagus. B-)
Demikian halnya dengan kalian wahai
saudaraku, sampaikan saja walau hanya satu ayat yang engkau tau. Tapi sebenarnya
keterlaluan buanget yak kalo Cuma tau 1 ayat, masak sholatnya Cuma bismillahirrahmanirrahiim? (O_o’) ga
mungkin kan! yaah setidaknya begitulah perumpamaan sang Nabi :)
Muncul lagi celetukan, “yasudah,
dia menggenang begitu kan karena pembuatnya yang gak bikin drainase otomatis dan mengalirinya kembali!”
Jawabannya simple, yang ciptain
kita siapa? Trus kalo pencipta alias pembuat kita (Allah) menghendaki kita agar
mendakwahkan Islam/saling mmberi nasihat, mengalirkan ilmu, memberi manfaat de
el el, akankah kita mengumpulkan seabrek alasan lagi untukNya?
Lagian, fitrahnya ilmu itu untuk
dibagi, jika dipendam, dibiarkan, wajar saja kita jadi mandek, jumud dengan apa
yang kita sendiri yakini. Wajar saja, la wong kita lebih memilih jadi genangan
air yang membiarkan airnya meluap begitu saja! :/
Mari sejenak memikirkan ....